Sabtu, 06 Juli 2013

Adab Membaca Al-Qur'an, Membaca Sayyidina Dlm Sholat dan Menjelaskan Hadist dengan Al-Qur'an

MEMBACA AL-QURAN DALAM SATU SURAT PADA WAKTU SALAT TERBALIK URUTANNYA, MEMBACA “SAYYIDINA” DALAM SHALAT PADA WAKTUTAHIYYAT DAN MENJELASKAN HADIS DENGAN AYAT AL-QURAN

سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pertanyaan Dari:
Nyak Mat, NBM 874.346,
Ketua PR Muhammadiyah Kauman Pisang Labuhan Haji tahun 1995-2005
Desa Ujung Batu Kec. Labuhan Haji Aceh
(disidangkan pada hari Jum’at, 4 Syakban 1431 H / 16 Juli 2010)


Pertanyaan:

1.      Bagaimana hukumnya imam dalam salat jamaah membaca al-Quran dalam satu surat terbalik urutannya? Dalam rakaat pertama membaca:
آمَنَ الرَسُوْلُ بِمَا أُنْزِلَ  sampai denganفَانْصُرْنَا عَلَي اْلقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ [الْبَقَرَةُ :285-286]
Pada rakaat kedua membaca:
وَ إِذاَ سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي  sampai denganلَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ [البقرة: 186]

2.      Dalam rubrik khutbah Jum’at yang dimuat SM banyak dijumpai bacaan salawat:
وَ الصَّلاَةُ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Bolehkah bacaan salawat seperti itu dibaca dalam salat ketika duduk tahiyat?

3.      Dalam SM no 23 tahun 2009 khutbah yang disampaikan Kusun Dahari dituliskan hadis:
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Hadis itu ditafsirkan dengan ayat al-Quran surat an-Nisa ayat 9 :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Pertanyaannya; Apakah boleh hadis Nabi diperjelas dengan ayat al-Quran seperti termuat juga dalam khutbah Jum’at SM no. 4 tahun 2010? Penulis pernah mendengat pendapat yang mengatakan haram hal itu.



Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara sampaikan. Kami telah merangkum pertanyaan-pertanyaan saudara menjadi tiga hal. Adapun jawaban untuk pertanyaan saudara tersebut adalah sebagai berikut:

Ziarah Kubur dan Bacaan Yasin

KEKUATAN SANAD HADITS
ZIARAH KUBUR ORANG TUA, FAEDAH BACAAN YASIN,
KIRIM BACAAN UNTUK ORANG MENINGGAL DUNIA, DAN BEBERAPA KOREKSI TERHADAP BUKU TANYA JAWAB AGAMA DAN HPT



سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Penanya:
Drs. Dimyati, Semarang


A.  Pertanyaan:
Kekuatan sanad hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar tentang ziarah kubur kedua orang tua atau salah satu dari mereka pada setiap hari Jum‘at, kemudian hadits tentang membaca surat Yasin akan diampuni dia sebanyak jumlah ayat dan huruf?

Jawaban:
Setelah melalui pelacakan dari berbagai kitab hadits, akhirnya bisa ditemukan di dalam kitab Faidl al-Qadir Syarah Kitab al-Jami‘ ash-Shaghirkarya Abd ar-Rauf al-Manawi, Juz VI: 141. Teks selengkapnya adalah:
لِأَبِي الشَّيْخِ وَالدَّيْلَمِي عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلُّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يسٍ وَالْقُرْآنِ الْحَكِيْمِ غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ أَيَةٍ وَحُرْفٍ مِنْهَا.
Artinya: “Riwayat Abu asy-Syaikh dan ad-Dailamiy dari Abu Bakar: Barangsiapa berziarah kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari Jum‘at, kemudian membaca surat “Yasin wa al-Qur’an al-Hakim”, maka diampunilah dia sebanyak jumlah ayat dan huruf dari surat itu.”
Menurut kitab Mizan al-I‘tidal fi Naqd ar-Rijal, karya Syams ad-Din Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi, Juz V: 316, dinyatakan bahwa sanad hadits tersebut bathil, dengan demikian tidak bisa dijadikan hujjah. 
Sedangkan hadits kedua tentang pembacaan permulaan surat al-Baqarah di sebelah kepala mayit, dan akhir surat al-Baqarah di sebelah kakinya, dengan sangat menyesal belum bisa ditemukan rujukannya, meskipun sudah dilacak di berbagai kitab hadits. Kami kesulitan menemukan kata kunci untuk mencari hadits tersebut, karena dalam pertanyaan anda hanya menyertakan terjemahannya.

B.  Pertanyaan:
Kalau hadits tersebut tidak shahih dan tidak pula hasan, bagaimana jika menggunakan qiyasterhadap pengiriman bacaan untuk orang yang telah meninggal dengan hadits ‘Aisyah yaitu pemberian sedekah anak kepada ibunya yang telah meninggal?

Jawaban:
Masalah yang anda tanyakan adalah masalah klasik, sejak dulu menjadi khilafiyah. Namun bagaimana pandangan Islam terhadap masalah tersebut, dan pendapat mana yang lebih patut diterima jika dihadapkan keada dalil-dalil hukumnya?
Al-Qur’an surat an-Najm (53) ayat 38 dan 39 mengajarkan:
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى.
Artinya: “Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Dari dua ayat di atas, diperoleh penegasan bahwa seseorang yang berdosa adalah akibat perbuatan yang dilakukannya sendiri. Dan bahwa manusia hanya akan memperoleh pahala atas perbuatan yang dilakukannya sendiri pula. Kemungkinan seseorang ikut dibebani dosa perbuatan orang lain hanyalah jika seseorang itu berpartisipasi dalam terjadinya perbuatan dosa orang lain itu. Demikian juga orang dapat menerima pahala perbuatan yang dilakukan orang lain, jika ia berpartisipasi dalam terjadinya perbuatan orang lain itu. Hadits Nabi saw mengajarkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. [رواه مسلم: ج: 4 ص: 2060].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa mengajak kepada petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapat pahala seperti pahala-pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mengikuti ajakannya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka; dan orang yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan menerima dosa seperti dosa orang-orang yang mengikuti ajakannya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.” [HR. Muslim, Juz IV: 2060].
Hadits Nabi saw yang lain:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Jika manusia telah meninggal, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga macam amal; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan baik untuknya.” [HR. Muslim].
Tiga macam amal yang masih mengalir terus pahalanya, sampaipun yang beramal telah meninggal dunia, seperti disebutkan dalam hadits tersebut, hakikatnya adalah amal yang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan, bukan amal yang dilakukan oleh orang lain.
Hadits tentang anak yang menyedekahkan harta atas nama ibunya:
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَإِنَّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ فَتَصَدَّقَ عَنْهَا. [رواه النسائى].
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwasanya seorang shahabat datang kepada Rasulullah saw dan bertanya: Sesungguhnya ibuku telah meninggal dengan tiba-tiba, sekiranya ia sempat berbicara niscaya ia akan menyedekahkan sebagian hartanya. Dapatkah aku bersedekah atas nama ibuku (ibunya juga akan memperoleh pahala)?. Rasulullah saw menjawab ‘dapat’, maka ia bersedekah atas nama ibunya” [HR. an-Nasa’i].
Dari dalil-dalil di atas dapat diambil pelajaran bahwa kedudukan anak terhadap orang tua itu dapat dihubungkan dengan amal orang tua ketika hidup telah mendidik anaknya, sehingga anak dapat merasakan wajib berbuat baik kepada orang tuanya sampaipun setelah mereka meninggal dunia. Jadi orang tua yang mempunyai anak demikian itu hakikatnya memetik amalnya sendiri ketika masih hidup, yaitu mendidik anak untuk menjadi anak yang shaleh. Maka amal anak atas nama orang tua tidak termasuk pembicaraan menghadiahkan pahala amal shaleh.
Seseorang yang mendoakan baik untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia, tidak ada masalah sama sekali. Seperti shalat jenazah berisi doa yang dimohonkan kepada Allah bagi orang yang meninggal dunia itu. Atau doa yang sering kita baca, misalnya:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
Oleh karena itu mendoakan orang lain bukan masalah menghadiahkan pahala amal bagi orang lain.
Memperhatikan bahwa tidak ada ajaran khusus tentang menghadiahkan pahala amal kepada orang lain, baik dari al-Qur’an maupun darti al-Hadits, para shahabat Nabi pun tidak melakukannya. Maka yang paling selamat adalah berpegang saja kepada nash yang ada. Tentang qiyas yang anda tanyakan, dalam kasus ini tidak bisa diberlakukan karena bertentangan dengan nash yang lebih tegas. Qiyas dalam bidang ibadah seperti ini, hanya qiyas yang dilakukan oleh Nabi saw yang bisa diterima.
Adapun menganut pendapat dapat sampainya hadiah pahala amal kebajikan kepada orang lain, sering berakibat negatif. Orang yang kurang beramal shaleh menjagakan hadiah pahala dari orang lain.

C.  Pertanyaan:
Pada buku Tanya Jawab Agama Juz IV halaman 87, hadits riwayat ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas belum selesai.

Jawaban:
Setelah kami cek di dalam kitab Sunan ad-Daruquthni Juz I: 304, memang benar ada kekurangan, yaitu kalimat: hatta qubidla. Maka teks selengkapnya berbunyi:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ فِي السُّوْرَتَيْنِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ حَتَّى قُبِضَ. [رواه الدارقطنى عن ابن عباس].
Artinya: “Bahwasanya Nabi saw tetap membaca ‘bismillahirrahmanirrahim’ dengan nyaring di (permulaan) dua surat (pada waktu membaca al-Fatihah dan pada waktu membaca surat lain sesudah al-Fatihah) sampai beliau wafat.” [HR. ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas].

D.  Pertanyaan:
Di dalam buku HPT halaman 160, memang benar seharusnya tertulis 46 – 60 ekor unta, bukan 49 - 60 ekor unta. Pada halaman 155 tertulis 76 – 90 ekor unta dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 3 tahun. Sedangkan pada halaman 160, tertulis 76 – 90 ekor unta, dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun. Mana yang benar?

Jawaban:
Yang benar adalah 76 – 90 ekor unta, dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih (2 tahun menginjak tahun ketiga).

D.  Tim Fatwa mengucapkan terima kasih atas koreksian anda terhadap beberapa kesalahan cetak yang terdapat di dalam buku “Tanya Jawab Agama”. Misalnya anda menyebutkan buku jilid III halaman 67, tertulis surat an-Nahl ayat 96 seharusnya ayat 98, jika yang dimaksud adalah membaca “ta‘awudz” maka pada buku jilid III edisi 1995 halaman 80, sudah seperti yang dimaksud. Buku jilid III halaman 143 tertulis ayat 10 surat al-Isra’ ternyata teksnya tidak seperti yang dimaksud. Pada buku edisi 1995, terdapat pada halaman 166 masih tertulis al-Isra’ ayat 10. Yang benar adalah surat al-Isra’ ayat 110, teksnya berbunyi:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً.
Buku jilid III halaman 145 menjelaskan surat al-Baqarah ayat 187, tetapi kemasukan ayat 10 surat al-Isra’. Dalam buku jilid III edisi 1995, halaman 168 tentang junub, jima’ dan lain-lain, jika ini yang dimaksud, maka ayat 10 surat al-Isra’ sudah tidak ada lagi.

Wallahu a’lam bish-shawwab.


ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ


وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kutipan : www.fatwatarjih.com


Qadla ( Membayar ) Puasa Ramadhan

سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pertanyaan Dari:
Daru Hagni, alamat: daru_hagni@yahoo.com.sg
(disidangkan pada hari Jum’at, 25 Syakban 1431 H / 6 Agustus 2010)


Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Kepada Pak Ustadz/Bu Ustadz yang terhormat, langsung saja pada pertanyaan. Ada teman yang karena sakit membatalkan puasanya ketika Ramadhan. Masalahnya, teman saya itu lalai sehingga sampai lewat Ramadhan berikutnya masih belum terbayar juga. Bagaimana mengatasi hal ini? Bisakah diqadla meskipun sudah lewat Ramadhan? Haruskah juga membayar fidyah selain qadla? Bagaimana jika lewatnya bukan hanya satu Ramadhan tapi dua Ramadhan dan masih belum bayar? Mohon pencerahannya, terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara, pertanyaan yang sama pernah dibahas dalam Tanya Jawab Agama Jilid 1 halaman 106, namun demikian perlu kami perjelas kembali sebagai berikut.
 
Untuk menjawab pertanyaan saudara, ada baiknya kita pelajari kembali surat al-Baqarah (2): 184;

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Artinya: “(yaitu) Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditingggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 184]

Dari ayat tersebut dapat diambil pelajaran bahwa ada beberapa golongan yang mendapatrukhsah (keringanan) untuk tidak melaksanakan puasa Ramadhan, tetapi dibebankan kepada mereka untuk mengganti puasa yang mereka tinggalkan. Adapun golongan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, orang yang sakit dan orang yang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadhan tetapi orang tersebut wajib mengganti (qadla) pada hari lain. Adapun yang dimaksud hari yang lain adalah hari di luar bulan Ramadhan. Golongan ini sama dengan perempuan yang sedang haid dan tidak berpuasa Ramadhan, maka wajib mengganti puasa (qadla) di luar bulan Ramadhan sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah r.a.:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كاَنَ يُصِيْبَنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَلاَةِ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa ia berkata: Kami kadang-kadang mengalami itu (haid), maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintahkan untuk mengganti shalat.” [HR. Muslim]

Kedua, orang yang merasa berat untuk berpuasa maka ia wajib mengganti dengan membayar fidyah, tidak perlu mengganti dengan puasa (qadla). Adapun yang termasuk dalam golongan ini adalah orang yang sudah tua seperti hadis dari Ibnu Abbas:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رُخِصَ لِلشَيْخِ الْكَبِيْرِ أَنْ يُفْطِرَ، وَيُطْعِمَ عَلىَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْهِ. [رواه الحاكم، حديث صحيح على شرط البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: Telah diringankan bagi orang yang sudah tua untuk berbuka puasa (di bulan Ramadhan) dan memberi makan (fidyah) kepada orang miskin setiap hari (sesuai dengan hari yang ia tidak puasa) dan tidak wajib mengganti dengan puasa (qadla).” [HR. al-Hakim, hadis ini shahih menurut syarat al-Bukhari]

Juga termasuk di dalamnya adalah perempuan yang hamil dan perempuan yang sedang dalam masa menyusui, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada seorang ibu yang hamil:

أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِيْ لاَ يُطِيْقُ فَعَلَيْكَ اْلفِدَاءَ وَلاَ قَضَاءَ. [رواه البزار وصححه الدارقطني]
Artinya: “Engkau termasuk orang yang berat berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah dan tidak usah mengganti puasa (qadla).” [HR. al-Bazar dan dishahihkan ad-Daruquthni]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ لِلْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ. [رواه النسائي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa dari perempuan yang hamil dan menyusui.” [HR. an-Nasa’i]

Adapun kaitan dengan pertanyaan saudara bahwa penyebab batalnya puasa adalah karena sakit, maka caranya adalah mengganti dengan puasa (qadla) di hari lain di luar bulan Ramadhan, tidak perlu membayar fidyah. Hal ini karena fidyah hanya diperuntukkan bagi orang tertentu yang dalam katagori “yutiqunahu” atau orang yang berat untuk berpuasa.

Sedangkan waktu untuk membayar puasa adalah pada hari-hari lain di luar bulan Ramadhan, dan berdasarkan keumuman ayat tersebut tidak ada batas akhir waktu kapan harus mengganti puasa (qadla). Namun demikian baik sekali jika mengganti puasa dilaksanakan sebelum Ramadhan berikutnya. Tetapi jika tidak bisa melakukannya karena ada hal yang membuat terhalang, maka tetap harus diganti setelah Ramadhan berikutnya. Selain itu, orang yang telah lalai tersebut agar beristigfar, memohon ampun dan bertaubat untuk tidak mengulangi kelalaiannya dan tetap wajib membayar hutang puasanya setelah Ramadhan berikutnya.

Wallahu a‘lam bish-shawab.


ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ

وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Artikel : http://www.fatwatarjih.com

Shalat Tarawih 4 Rakaat Salam, BATAL?



سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Pertanyaan Dari:
H. Imam Santosa, S.Ag., Secang, Magelang, Jawa Tengah
(disidangkan pada hari Jum’at, 4 Syakban 1431 H / 16 Juli 2010)


Pertanyaan:

Membaca uraian saudara yang panjang lebar berikut argumentasi dan kutipan-­kutipan baik yang bersumber dari kitab الملخص الفقهي karangan Dr. Shaleh bin Abdullah Fauzan serta Fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz, dapatlah kami tangkap maksud yang saudara sampaikan, yaitu: Shalat Tarawih empat rakaat sekali salam adalah bermasalah alias batal sehingga perlu dikaji ulang.


Jawaban:

Sebelum menjawab substansi pertanyaan saudara, ada baiknya lebih dahulu diberikan penjelasan singkat tentang sebab-sebab perbedaan pendapat ulama, antara lain sebagai berikut:

Tuntunan Ibadah di Bulan Ramadhan

Jumat, 05 Juli 2013

BANGKIT "CERPEN LOMBA MENULIS"

سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ya,inilah aku, aku yang dahulu selalu mempunyai rasa puts asa dan selalu bersedih, kini tidak lagi setelah kukenal ipm.
Dulu hidupku dipenuhi rasa putus asa dan tangisan serta kesedihan. Saat itu aku sering sekali merasa putus asa, karena merasa tiada arti lagi untuk ku jalani hidup ini, merasa bahwa semua telah berakhir. “Tidakkkk !!!! hidupmu belum berakhir, perjalanan hidupmu masih panjang, jangan berputus asa.” Itu adalah ucapan atau kata-kata yang sering kali ku terima dari teman-teman maupun sahabat-sahabatku. Seringkali aku menghiraukan kata-kataku itu. Karena aku merasa tiadalah arti untuk hidup, tanpa adanya kasih saying yang tulus yang ada setiap waktu, kapanpun dan dimanapun.
Namun, terkadang pula, aku merespon perkataan itu, dan aku mencoba tuk bangkit dari keterpurukanku. Tetapi apalah daya saat ku mencoba tuk bangkit, bangun da

Keutamaan Do’a

سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ


اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
1. Do’a adl otaknya ibadah.
2. Do’a adl senjata seorang mukmin dan tiang agama serta cahaya langit dan bumi.
3. Akan muncul dalam umat ini suatu kaum yg melampaui batas kewajaran dalam berthaharah dan berdoa.

Penjelasan: Yakni berdoa atau mohon kepada Allah utk hal-hal yg tidak mungkin dikabulkan krn berlebih-lebihan atau utk sesuatu yg tidak halal .
4. Do’a seorang muslim utk kawannya yg tidak hadir dikabulkan Allah.
5. Jangan mendo’akan keburukan dirimu atau anak-anakmu atau pelayan-pelayanmu atau harta-bendamu saat itu cocok dikabulkan segala permohonan dan terkabul pula do’amu.
6. Rasulullah Saw ditanya Pada wakt

Kisah Dua Belia Yang Membunuh Abu Jahal Semasa Perang Badar.

سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ


اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


Ketika di medan Perang Badar, Abdurrahman bin Auf didatangi dua orang remaja dari kaum Anshar, iaitu Muaz bin Amr Al-Jamuh dan Muawwiz bin Afra. Masing-masing berumur 14 tahun dan 13 tahun. Kedua duanya datang memikul sebilah pedang. Kedua-dua remaja tersebut datang menemui sahabat besar Rasulullah ini semata-mata untuk memberitahu niat mereka untuk membunuh Abu Jahal.
Dalam keadaan hiruk-pikuk pertempuran, Abdurrahman bin Auf berteriak, “Wahai anak, kamu masih terlalu muda untuk terlibat di peperangan ini, sebaiknya engkau menjauhkan diri dari tempat ini”.
Namun, kedua-dua belia tersebut tidak berganjak malah membalas kata-kata Abdurrahman bin Auf,
“Kami mendapat izin daripada ibu dan ayah kami bagi menyertai pasukan Muhammad,” teriak Muaz.
“Saya datang ke sini hanya untuk membunuh Abu Jahal. Tunjukkan dimana dia?” Kata Muawwiz dengan penuh semangat.
Pada mulanya Abdurrahman bin Auf tidak menghiraukan kata-kata dua remaja tersebut, tetapi Muaz dan Muawwiz terus mendesaknya supaya menunjukkan di mana Abu Jahal dan bagaimana wajahnya. Melihat kesungguhan mereka, Abdurrahman bin Auf terpaksa akur.
“Saya akan tunjukkan kepada kamu di mana Abu Jahal, tetapi boleh tahu apa yang akan kamu lakukan apabila berjumpa dengannya? tanya Abdurrahman bin Auf.
“Ibu saya berpesan jangan pulang ke rumah selagi kepala Abu Jahal tidak diceraikan dari badannya,” jawab Muaz bersungguh sungguh.
“Abu Jahal menghina serta menyakiti Rasulullah, saya ingin membunuhnya,” sambung Muawwiz pula.
Abdurrahman bin Auf tersenyum mendengar kata-kata dari dua orang remaja yang berani itu. Dia berjanji akan menunjukkan Abu Jahal apabila berjumpa.
Abdurrahman bin Auf diserang
Tiba tiba seorang tentara Quraisy menyerang Abdurrahman bin Auf dari belakang. Muaz dan Muawwiz yang melihat kejadian itu segera bertindak melindunginya. Muaz dengan cepat menebas kaki tentara Quraisy tersebut sehingga menyebabkan dia tersungkur. Muawwaiz pula bertindak menikamnya hingga mati. Melihat insident tersebut, timbul rasa kagum di hati Abdurrahman bin Auf terhadap dua remaja tersebut.
“Tunjukkan kepada kami di mana Abu Jahal,” kata Muaz seolah-olah tidak sabar lagi hendak bertemu dengan ketua pasukan Quraisy itu.
http://takusahrisau.files.wordpress.com/2012/05/800px-myrbach-charge_of_the_mamluks.jpg?w=479
Abu Jahal berjaya ditemui
Tiba tiba Abdurrahman bin Auf melihat Abu Jahal sedang berada di bawah sepohon kayu yang agak rendang. Musuh Allah dan Rasul itu menunggang kuda sambil berteriak memberi kata kata semangat kepada pasukannya agar terus berjuang.

Tantangan dan Strategi Pelajar Muslim di Era Globalisasi

سْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Segala pernyataan syukur hanyalah milik Allah semata,Tuhan semesta alam.Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah yang esa,tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya dan semoga seluruh keluarga,para sahabatnya serta orang sholih yang senantiasa berada diatas sunah beliau mendapat rahmatNya.

TANTANGAN PELAJAR MUSLIM DI ERA GLOBALISASI
Perlu kita sadari bersama, saat ini negara kita sudah memasuki zaman yang penuh tantangan, cobaan serta hambatan. Dengan adanya kemajuan di bidang teknologi informasi maupun teknologi yang lain, kesemuanya mempunyai efek negatif yang ikut memperlancar kemaksiatan, kerusakan moral dan pelanggaran hukum agama. Ujung-ujungnya menjadi tantangan berat yang harus kita hadapi bersama.
            Dampak yang nyata sekarang ini terjadi sebagian besar dialami oleh remaja atau istilah lain dikenal dengan remaja ABG (anak baru gede). Dalam usia ini umumnya remaja belum memiliki kematangan sosial (social maturity) sehingga masih labil dalam menentukan sikap, tingkah laku dan perbuatan.Mereka masih mudah terkena pengaruh atau rangsangan-rangsangan dari luar. Dalam kondisi ini kadang-kadang dimanfaatkan oleh pihak yang berkepentingan dengan memberikan ajaran-ajaran, ide-ide, motivasi-motivasi yang pada gilirannya bisa membentuk suatu sikap dan gaya hidup bahkan kepribadian.
            Dengan pengaruh yang sangat besar itu setidak-tidaknya remaja harus diberi pembinaan langsung dari orang tua atau orang lain yang mengarah pada kebaikan. Jangan tinggal landas begitu saja masa bodoh, karena merasa sudah dewasa bisa mengurus dirinya sendiri. Kalau ini dibiarkan bisa berakibat fatal.
            Remaja dengan mudah berbuat kemaksiatan-kemaksiatan karena jauh dari pengawasan. Bisa saja terjadi banyak anak remaja hamil di luar nikah. Betapa besar bahayanya sehingga masa depan anak jatuh, orang tua menanggung malu.

Pengaruh-pengaruh yang merangsang remaja yang hamil di luar nikah diantaranya :
Satu, mudahnya orang menyaksikan kemaksiatan lewat berbagai media baik cetak maupun elektronik. Majalah yang menampilkan gambar porno dengan mudah didapat, dijajakan oleh para pengasong di pinggir jalan, bacaan porno, demikian pula kaset VCD porno, hampir setiap rental menyediakan.

Nadzar dan Sumpah

Pertanyaan:
1. Definisi Nadzar dan syarat-syaratnya?
2. Sumpah dan syarat-syaratnya?
3. Ada kasus begini, ada orang bertanya kepada saya, katanya dia bernadzar sesuatu jika hajatnya kelak  terkabul. Ketika hajatnya sudah tercapai, dia ingat pernah bernadzar tapi lupa jenis nadzamya (karena mungkin sudah terialu lama), jadi apa yang mesti dilakukan?

Jawaban:
 1. Oleh karena sumpah itu asal nadzar,maka berikut ini diterangkan mengenai pengertian sumpah dahulu, lalu setelah itu baru pengertian nadzar.Sumpah, di dalam bahasa Arab  disebut: al-yamín atau al-hilf ialah kata-kata  yang diucapkan dengan menggunakan  nama Allah atau sifat-Nya untuk memperkuat suatu hal. 

Visi Misi PC Ikatan Pelajar Muhammadiyah Kramat 1

++Visi++

Menciptakan kader yang mempunyai akhlak yg mulia,berprestasi,kreatif,dan disipin.
serta menumbuhkan rasa saling tolong menolong dan menghormati satu sama lain.

++Misi++

1 -Meningkatkan kerohanian pada diri ipmawan dan ipmawati sehingga dapat tercipta akhlak yg baik.
2 -Menjadikan Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai wadah aspirasi bagi pelajar dalam  bermasyarakat.
3 -Menanamkan dalam diri masing-masing anggota akan pentingnya kerja sama dalam organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah.
4 -Mewujudkan musyawarah untuk mencapai kesepakatan.
5 -Wadah kita semua untuk ber FASTABIQUL KHAIRAT.

Jazakallah khoir atas kunjungannya. salam dari kami PC IPM KRAMAT 1 TEGAL