Senin, 29 September 2014
Jumat, 11 April 2014
Kamis, 10 April 2014
Sayyidul Istighfar
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي, لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ, خَلَقْتَنِي, وَأَنَا عَبْدُكَ, وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اِسْتَطَعْتُ , أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ, أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ, وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي, فَاغْفِرْ لِي; فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ (Allahumma Anta Robbi, Laa Ilaaha Illa Anta, Kholaqtani wa ana abduKa, wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, Audzubika min syarri maa shona’tu, Abu’u laka bi ni’matiKa ‘alaiyya wa abu’u laKa bidzanbi faghfirlii fainnahu laa yaghfiru dzunuuba illa Anta )
”Ya Allah Engkau adalah Tuhanku, Tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku sedang aku adalah hamba-Mu dan aku diatas ikatan janji -Mu (yaitu selalu menjalankan perjanjian-Mu untuk beriman dan ikhlas dalam menjalankan amal ketaatan kepada-Mu) dengan semampuku, aku berlindung kepadamu dari segala kejahatan yang telah aku perbuat, aku mengakui-Mu atas nikmat-Mu terhadap diriku dan aku mengakui dosaku pada-Mu, maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang boleh mengampuni segala dosa kecuali Engkau”.
Kapan membacanya?
Barangsiapa mengucapkannya disiang hari dalam keadaan yakin dengannya kemudian dia mati pada hari itu sebelum petang hari, maka dia termasuk penduduk syurga dan siapa yang mengucapkannya di waktu malam hari dalam keadaan dia yakin dengannya, kemudian dia mati sebelum shubuh maka dia termasuk penduduk syurga.” (HR. Al-Bukhari – Fathul Baari 11/97)
Kandungan maknanya?
Ini adalah doa agung yang mencakup banyak makna : taubat, merendahkan diri kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dan kembali menghadap kepada-Nya. Nabi Shalallahu ‘alahi wa Sallam menamainya sebagai Sayyidul Istighfar (penghulu istighfar), yang demikian itu karena melebihi seluruh bentuk istighfar dalam hal keutamaan. Dan lebih tinggi dalam hal kedudukan. Diantara makna sayyid adalah orang yang melebihi kaumnya dalam hal kebaikan dan yang berkedudukan tinggi dikalangan mereka.
Keutamaan doa ini dibanding bentuk istighfar yang lain adalah :
§
Nabi Shallalahu
‘alahi wasallam mengawalinya dengan pujian kepada Allah dan pengakuan bahwa
dirinya adalah hamba Allah sebagai makhluk ciptaan-Nya (penetapan Tauhid Ar
Rububiyyah), Dan bahwa Allah adalah Al Ma’buud (sesembahan) yang haq dan tidak
ada sesembahan yang haq selainNya. Maka Dia adalah satu-satunya yang berhak
diibadahi dan ini merupakan realisasi Tauhid Al Uluhiyyah.
§
Pernyataannya
bahwa ia senantiasa tegak diatas janji dan kokoh diatas ikatan berupa iman
kepada Allah, kitab-kitab-Nya, seluruh nabi dan rasul-Nya. Menjalankan segenap
ketaatan kepada Allah dan perintah-Nya. Ia akan menjalaninya sesuai kemampuan
dan kesanggupannya.
§
Kemudian dia
berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’alaa dari seluruh kejelekan apa yang
telah dia perbuat, baik sikap kurang dalam menjalani apa yang Allah wajibkan
baginya yaitu mensyukuri nikmat-Nya ataupun berupa perbuatan dosa. Dalam hal
ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menisbatkan keburukan kepada diri
beliau sendiri, bukan kepada Allah Ta’alaa dan ini merupakan bentuk cara
beradab kepada Allah, meskipun kita yakin bahwa segala sesuatu baik yang baik
maupun yang buruk semuanya berasal dari Allah dan karena takdirNya.
§
Kemudian ia
mengakui akan nikmat Allah yang terus datang beruntun dan anugerah-Nya serta
pemberian -Nya yang tiada pernah berhenti.
§
Dan dia
mengakui atas dosa-dosanya, sehingga iapun lantas memohon ampunan kepada Allah
Suhhanahu wa Ta’ala dari itu semua dengan segenap pengakuannya bahwa tidak ada
yang bisa mengampuni segala dosa kecuali Allah Suhhanahu wa Ta’ala.
Ini adalah paling sempurna apa yang
ada pada sebuah doa. Kerana itu ia menjadi seagung-agungnya bentuk istighfar
dan yang paling utama dan paling luas kandungan maknanya yang mesti akan
mendatangkan ampunan bagi dosa-dosa.
Hanyalah yang mengucapkan doa ini dan menjaganya yang akan memperoleh janji yang mulia dan pahala serta ganjaran besar ini, karena ia telah membuka harinya dan menutupnya dengan penetapan Tauhidullah baik Rububiyyah-Nya dan Ululhiyyah-Nya. Dan pengakuan dirinya sebagai hamba yang siap menghamba dan persaksiannya terhadap anugerah dan nikmat Allah. Pengakuannya dan kesadarannya akan kekurangan-kekurangan dirinya dan permohonan maaf dan ampunan dari Dzat yang Maha Pengampun, diiringi dengan rasa tunduk dan rendah dihadapan-Nya untuk senantiasa patuh dan taat kepada-Nya. Ini semua merupakan cakupan makna yang utama dan sifat yang mulia yang ia buka dan tutup lembaran siangnya. Yang pantas bagi orang yang mengucapkan dan menjaganya mendapat maaf dan ampunan, terbebas dari neraka dan masuk syurga.
Wallahu a’lam bisshowab.
Hanyalah yang mengucapkan doa ini dan menjaganya yang akan memperoleh janji yang mulia dan pahala serta ganjaran besar ini, karena ia telah membuka harinya dan menutupnya dengan penetapan Tauhidullah baik Rububiyyah-Nya dan Ululhiyyah-Nya. Dan pengakuan dirinya sebagai hamba yang siap menghamba dan persaksiannya terhadap anugerah dan nikmat Allah. Pengakuannya dan kesadarannya akan kekurangan-kekurangan dirinya dan permohonan maaf dan ampunan dari Dzat yang Maha Pengampun, diiringi dengan rasa tunduk dan rendah dihadapan-Nya untuk senantiasa patuh dan taat kepada-Nya. Ini semua merupakan cakupan makna yang utama dan sifat yang mulia yang ia buka dan tutup lembaran siangnya. Yang pantas bagi orang yang mengucapkan dan menjaganya mendapat maaf dan ampunan, terbebas dari neraka dan masuk syurga.
Wallahu a’lam bisshowab.
Selasa, 01 April 2014
sholat jum'at bagi SATPAM
Kami adalah SATPAM di kampus, pada hari
Jum’at kami harus menjaga kendaraan yang banyak sekali, bolehkah shalat jum’at
diganti shalat zhuhur? +6285252******
JAWABAN:
Boleh, karena di antara halangan yang
membolehkan untuk tidak menghadiri shalat jamaah dan Jumat adalah takut
kehilangan harta.
Ketika menjelaskan hal tersebut Syaikh
‘Adil bin Yûsuf al-’Azzâzi berkata, “Empat: Takut dari kebinasaan atau
kehilangan harta, atau terjadi bahaya pada harta, karena Nabi n melarang
menyia-nyiakan harta”. (Lihat Tamâmul
Minnah, 1/347, karya, penerbit. Muasasah
Qurthûbah).
Namun, diusahakan jangan sampai
meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turut. Hal itu bisa dilakukan
dengan bergiliran menjaga atau dengan cara-cara yang lain.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
Barangsiapa
meninggalkan tiga shalat Jumat karena meremehkannya, Allah akan menutup
hatinya. (HR. Abu Dâwud, no. 1052; at-Tirmidzi, no. 500;
an-Nasâ`i 3/88; Ibnu Mâjah, no. 1125. Syaikh al-Albâni rahimahullah berkata, “Hasan Shahîh” )
Sumber: Kumpulan Naskah Soal Jawab Majalah
As-Sunnah
Senin, 31 Maret 2014
kisah sahabat Ibnu Mas'ud dan bid'ah
Diriwayatkan oleh Ad Darimi (1/79), Al
Bazzar (Tarikh Wasith 1/198) dari ‘Amru bin Salamah Al Hamdani, katanya:”Kami
pernah duduk di pintu ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu sebelum shalat
zhuhur. Kalau dia keluar, kami berangkat bersamanya menuju Masjid.
Tiba-tiba datanglah Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu sambil berkata:
”Apakah sudah keluar bersama kalian Abu ‘Abdirrahman (Ibnu mas’ud -pen) ?
Kami katakan:”Belum.” Tatkala beliau keluar, kami berdiri, dan Abu Musa berkata:
”Ya Abu ‘Abdirrahman, sungguh aku baru saja melihat sesuatu yang pasti kau ingkari di Masjid itu. Dan saya tidak melihat –alhamdulillah- kecuali kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata:”Apa itu?” Katanya pula:”Kalau kau panjang umur akan kau lihat pula sendiri. Saya lihat di masjid itu sekelompok orang dalam beberapa halaqah sedang menunggu shalat, dan masing-masing halaqah dipimpin satu orang, di tangan mereka tergenggam kerikil, dia berkata:”Bertakbirlah seratus kali!” Maka yang lainpun bertakbir seratus kali. Pemimpinnya mengatakan:”Bertahlil seratus kali!” Merekapun bertahlil (mengucapkan laa ilaaha illallaahu). Pemimpinnya mengatakan:”Bertasbihlah seratus kali!” Merekapun bertasbih seratus kali.
Ibnu Mas’ud bertanya:”Lalu apa yang kau katakan kepada mereka?”
Abu Musa berkata:”Saya tidak mengatakan sesuatu karena menunggu pendapatmu.”
Ibnu Mas’ud berucap:”Mengapa tidak kau perintahkan mereka menghitung dosa-dosa mereka, dan kau jamin tidak akan hilang sia-sia kebaikan mereka sedikitpun?”
Kemudian dia berjalan, dan kamipun mengikutinya sampai tiba di tempat halaqah-halaqah itu.
Beliau berhenti dan berkata:”Apa yang sedang kalian kerjakan ini?”
Mereka berkata:”Ya Abu ‘Abdirrahman, kerikil yang kami gunakan untuk bertakbir, bertahlil dan bertasbih.”
Beliau berkata:
تَخَافُوْنَ أَلاَّ يَضِيْعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ فَعْدُّوا سَيِّئَتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ لِحَسَنَاتِكُمْ أَلاَ يَضِيعَ مِنْهَا شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صلّى الله عليه وعلى آله وسلم مُتَوَافِرُوْنَ وَهَذِهِ آنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُونَ بَابِ ضَلاَلَةٍ
“Coba kalian hitung dosa-dosa kalian, saya jamin tidak akan hilang sia-sia kebaikan kalian sedikitpun. Celaka kalian, wahai ummat Muhamamd! Alangkah cepatnya kalian binasa. Ini, mereka para sahabat Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, masih banyak di sekitar kalian. Pakaian beliau belum lagi rusak, mangkok-mangkok beliau beliau lagi pecah. Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya. Sesungguhnya kalian ini berada di atas millah (ajaran) yang lebih lurus daripada ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, ataukah sedang membuka pintu kesesatan?”
Mereka berkata:”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan.”
Beliau berkata:”Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak pernah mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah menyampaikan kepada kami satu hadits, kata beliau:
أَنَّ قَوْمًا يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تََرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنْ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُوْنَ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
“Sesungguhnya ada satu kaum mereka membaca Al Quran tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka lepas dari Islam seperti lepasnya anak panah dari sasarannya.”
Demi Allah, saya tidak tahu, barangkali sebagian besarnya adalah dari kalian.” Kemudian beliau berpaling meninggalkan mereka.
‘Amru bin Salamah mengatakan:”Sesudah itu kami lihat sebagian besar mereka ikut memerangi kami di Nahrawand bersama Khawarij.”(Ash Shahihah no 2005).
Dalam riwayat Ibnu Wadldlah, dia mengatakan:”Sungguh kalian betul-betul berpegang dengan kesesatan ataukah kalian merasa lebih terbimbing daripada sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam?” (Al Bid’ah wan Nahyu ‘anha 27).
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً لَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah:”Maukah kamu, kami terangkan tentang orang-orang yang paling merugi amalannya, sia-sia usaha mereka di dunia, dalam keadaan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya.” (Al Kahfi 103).
Syaikh Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al ‘Abbad hafizhahullah Ta’ala setelah menyebutkan hadits Ibnu Mas’ud ini mengatakan:”Perhatikan bagaimana ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu mengingkari peserta halaqah itu, padahal mereka dalam majelis dzikir dan ibadah, hanya karena mereka berdzikir dan beribadah kepada Allah tidak dengan tuntunan syari’at. Di dalam hadits ini kita dapatkan dalil bahwasanya yang jadi ukuran atau standar suatu ibadah itu bukanlah jumlahnya, tetapi sesuai atau tidak dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud juga:
“Sederhana dalam Sunnah lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam kebid’ahan.”
Wallahu ta'ala a'lam
Semoga bermanfaat
Tiba-tiba datanglah Abu Musa Al Asy’ari radliyallahu ‘anhu sambil berkata:
”Apakah sudah keluar bersama kalian Abu ‘Abdirrahman (Ibnu mas’ud -pen) ?
Kami katakan:”Belum.” Tatkala beliau keluar, kami berdiri, dan Abu Musa berkata:
”Ya Abu ‘Abdirrahman, sungguh aku baru saja melihat sesuatu yang pasti kau ingkari di Masjid itu. Dan saya tidak melihat –alhamdulillah- kecuali kebaikan.”
Ibnu Mas’ud berkata:”Apa itu?” Katanya pula:”Kalau kau panjang umur akan kau lihat pula sendiri. Saya lihat di masjid itu sekelompok orang dalam beberapa halaqah sedang menunggu shalat, dan masing-masing halaqah dipimpin satu orang, di tangan mereka tergenggam kerikil, dia berkata:”Bertakbirlah seratus kali!” Maka yang lainpun bertakbir seratus kali. Pemimpinnya mengatakan:”Bertahlil seratus kali!” Merekapun bertahlil (mengucapkan laa ilaaha illallaahu). Pemimpinnya mengatakan:”Bertasbihlah seratus kali!” Merekapun bertasbih seratus kali.
Ibnu Mas’ud bertanya:”Lalu apa yang kau katakan kepada mereka?”
Abu Musa berkata:”Saya tidak mengatakan sesuatu karena menunggu pendapatmu.”
Ibnu Mas’ud berucap:”Mengapa tidak kau perintahkan mereka menghitung dosa-dosa mereka, dan kau jamin tidak akan hilang sia-sia kebaikan mereka sedikitpun?”
Kemudian dia berjalan, dan kamipun mengikutinya sampai tiba di tempat halaqah-halaqah itu.
Beliau berhenti dan berkata:”Apa yang sedang kalian kerjakan ini?”
Mereka berkata:”Ya Abu ‘Abdirrahman, kerikil yang kami gunakan untuk bertakbir, bertahlil dan bertasbih.”
Beliau berkata:
تَخَافُوْنَ أَلاَّ يَضِيْعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ فَعْدُّوا سَيِّئَتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ لِحَسَنَاتِكُمْ أَلاَ يَضِيعَ مِنْهَا شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلاَءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صلّى الله عليه وعلى آله وسلم مُتَوَافِرُوْنَ وَهَذِهِ آنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِىَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُونَ بَابِ ضَلاَلَةٍ
“Coba kalian hitung dosa-dosa kalian, saya jamin tidak akan hilang sia-sia kebaikan kalian sedikitpun. Celaka kalian, wahai ummat Muhamamd! Alangkah cepatnya kalian binasa. Ini, mereka para sahabat Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, masih banyak di sekitar kalian. Pakaian beliau belum lagi rusak, mangkok-mangkok beliau beliau lagi pecah. Demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya. Sesungguhnya kalian ini berada di atas millah (ajaran) yang lebih lurus daripada ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam, ataukah sedang membuka pintu kesesatan?”
Mereka berkata:”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan.”
Beliau berkata:”Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak pernah mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah menyampaikan kepada kami satu hadits, kata beliau:
أَنَّ قَوْمًا يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تََرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنْ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُوْنَ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
“Sesungguhnya ada satu kaum mereka membaca Al Quran tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka lepas dari Islam seperti lepasnya anak panah dari sasarannya.”
Demi Allah, saya tidak tahu, barangkali sebagian besarnya adalah dari kalian.” Kemudian beliau berpaling meninggalkan mereka.
‘Amru bin Salamah mengatakan:”Sesudah itu kami lihat sebagian besar mereka ikut memerangi kami di Nahrawand bersama Khawarij.”(Ash Shahihah no 2005).
Dalam riwayat Ibnu Wadldlah, dia mengatakan:”Sungguh kalian betul-betul berpegang dengan kesesatan ataukah kalian merasa lebih terbimbing daripada sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam?” (Al Bid’ah wan Nahyu ‘anha 27).
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً لَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah:”Maukah kamu, kami terangkan tentang orang-orang yang paling merugi amalannya, sia-sia usaha mereka di dunia, dalam keadaan mereka menyangka telah berbuat sebaik-baiknya.” (Al Kahfi 103).
Syaikh Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al ‘Abbad hafizhahullah Ta’ala setelah menyebutkan hadits Ibnu Mas’ud ini mengatakan:”Perhatikan bagaimana ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu mengingkari peserta halaqah itu, padahal mereka dalam majelis dzikir dan ibadah, hanya karena mereka berdzikir dan beribadah kepada Allah tidak dengan tuntunan syari’at. Di dalam hadits ini kita dapatkan dalil bahwasanya yang jadi ukuran atau standar suatu ibadah itu bukanlah jumlahnya, tetapi sesuai atau tidak dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud juga:
“Sederhana dalam Sunnah lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam kebid’ahan.”
Wallahu ta'ala a'lam
Semoga bermanfaat
Selasa, 25 Maret 2014
Abdullah Ibn Abbas : Sang Penerjemah Al Qur'an
Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum karena kitab ini (yakni Al-Quran) dan merendahkan kaum lainnya dengannya.” [H.R. Muslim dari shahabat Umar bin Al-Khaththab .
Inilah sepenggal hadits yang menunjukkan dahsyatnya ilmu Al-Quran. Ilmu ini akan mengangkat derajat suatu kaum atau merendahkannya tergantung dengan kualitas keilmuan dan pengamalan Al-Quran.
Dalam sejarah Islam yang gemilang, tercatatlah nama Abul Abbas Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma. Beliau adalah seorang shahabat mulia yang telah mengecap manisnya ilmu syariat semenjak kecil. Kemuliaan demi kemuliaan dia raih setimpal dengan ilmu yang dia peroleh. Tentu kisahnya menarik untuk kita cermati dan kita ambil pelajaran darinya.
Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma
Abdullah bin Abbas adalah anak dari Al-Abbas bin Abdul Muththalib bin Qushay Al-Qurasyi , paman Nabi `. Ibu beliau bernama Ummul Fadhl Lubabah binti Al-Harits Al-Hilaliyah. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah Nabi ke Madinah dan berumur tiga belas tahun ketika Nabi meninggal. Dalam sebagian riwayat disebutkan, beliau berbadan gemuk, putih, dan tinggi. Beliau adalah seorang yang pandai serta fasih berbicara. Banyak dari lawan bicara Ibnu Abbas mengikuti pendapatnya setelah berdialog dengannya. Seorang ulama tabi’in, Masruq bin Al-Ajda’ mengatakan, “Ketika aku melihat Abdullah bin Abbas, aku katakan, ‘Dia adalah orang yang paling tampan.’ Lalu ketika dia berbicara aku katakan, ‘Dia orang yang paling pandai bicara.’ Dan ketika dia berbicara aku katakan, ‘Dia orang yang paling berilmu.’”
Ulama tabi’in lainnya, Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah mengatakan, “Ibnu Abbas berkhutbah kepada kami pada musim haji. Beliau membuka dengan Surat Nur. Beliau membacanya dan menafsirkannya. Aku pun mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat atau mendengar ucapan seseorang yang semisal ini. Anda Persia, Romawi, dan Turki mendengarnya, niscaya mereka akan masuk Islam.”
Soal tafsir pun Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma ahlinya. Abdullah bin Mas’ud , seorang ulama shahabat, mengakui kepiawaian Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dengan mengatakan, “Penafsir Al-Quran yang paling baik adalah Ibnu Abbas. Jika dia berumur seperti kita, niscaya tidak ada seorang pun dari kita yang ilmunya mencapai sepersepuluh ilmunya.”
Al-Qasim bin Muhammad mengatakan tentangnya, “Aku tidak melihat di majelis Ibnu Abbas satu kebatilan pun. Aku tidak pernah mendengar fatwa yang lebih cocok dengan sunnah daripada fatwanya. Para muridnya menjuluki beliau Al-Bahr (lautan ilmu) dan Al-Habr (tinta).” Demikianlah, Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dijuluki Habrul Ummah.
Siapa tak kenal Umar bin Al-Khaththab , Sang Khalifah kedua setelah Abu Bakr? Ternyata, shahabat sekelas Umar pun mengakui keilmuan Ibnu Abbas yang waktu itu masih muda. Tercatat oleh Al-Bukhari di dalam kitab Shahih beliau bahwasanya suatu saat Umar memasukkan Ibnu Abbas muda ke dalam majelisnya bersama para tokoh Islam. Pada waktu itu, para tokoh Badr yang telah matang dalam usia sangsi akan kemampuan Ibnu Abbas. Mereka pun bertanya kepada Umar, “Kenapa Anda memasukkan pemuda ini ke tengah majelis kita padahal kami juga punya anak seperti dia?”
Umar pun menjawab, “Kalian telah mengetahui tentangnya (yakni kepandaiannya, red.)”
Suatu saat, Umar memanggil Ibnu Abbas ke tengah majelis mereka untuk memperlihatkan kepandaian Ibnu Abbas. Umar menanyakan kepada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang firman Allah ta’ala (yang artinya), ‘Jika telah datang pertolongan Allah dan penaklukan.’ [Q.S. Al-Nashr:1-3]?”
Sebagian tokoh Badr tersebut pun menjawab, “Allah memerintahkan kita untuk beristighfar setelah Allah menolong dan memudahkan kita untuk menaklukkan kota Mekah.” Sedang sebagian lainnya memilih diam.
Sekarang giliran Ibnu Abbas, “Demikiankah?” kata Umar kepada Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak.”
“Lantas, apa menurutmu?” tanya Umar.
Ibnu Abbas mengatakan, “Itu adalah wafatnya Rasulullah `, Allah memberitahukannya kepada beliau. ‘Jika datang kepadamu pertolongan dan penaklukan.’ [Q.S. Al-Nashr:1] itu adalah tanda dari dekatnya wafat Nabi ` ‘Maka bertasbihlah dengan pujian kepada Rabbmu dan mintalah ampun. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun.’ [Q.S. An-Nashr:3].
Umar pun mengatakan, “Aku tidak mengetahuinya kecuali seperti apa yang engkau katakan.”
Demikianlah ketajaman dan ketelitian Ibnu Abbas dalam memahami wahyu. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar tidak biasa digunakan ketika terjadi kemenangan dan penaklukan. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar dan taubat biasanya digunakan untuk mengakhiri sesuatu, maka dia pun menafsirkan pertolongan dan penaklukan dalam ayat tersebut sebagai tanda akan diwafatkannya beliau. [I’lamul Muwaqqi’in karya Ibnul Qayyim ].
Tidak hanya tafsir, Ibnu Abbas juga pandai dalam banyak perkara. Murid Ibnu Abbas, Atha` bin Abi Rabah mengatakan, “Banyak orang mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari syair dan nasab-nasab. Orang yang lain mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari sejarah hari-hari peperangan. Dan kelompok lainnya mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari ilmu agama dan fikih. Tidak ada satu golongan pun dari mereka kecuali mendapatkan apa yang mereka mau.”
Berawal Dari Doa Yang Mustajab
Berbagai keutamaan yang Ibnu Abbas raih ini sejatinya tidak lepas dari doa mustajab yang dipanjatkan oleh Rasulullah . Saat itu, Rasulullah hendak buang hajat. Ibnu Abbas kecil memahami kebiasaan Rasulullah yang berwudhu setiap kali habis dari buang hajat. Dia pun meletakkan air wudhu di tempat keluarnya Nabi . Lantas, ketika Nabi melihat air wudhu yang sudah dipersiapkan, Rasulullah pun bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?” Ibnu Abbas menjawab, “Ibnu Abbas.” Maka Rasulullah pun meletakkan telapak tangannya yang mulia di bahu Ibnu Abbas kecil seraya berdoa:
اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِى الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
“Ya Allah, berilah dia pemahaman dalam masalah agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir.” [H.R. Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya, ini lafazh Imam Ahmad].
Nah, dari doa inilah kemuliaan demi kemuliaan kemudian dia peroleh. Namun, tentu saja kemuliaan ini bukan turun dari langit begitu saja. Allah memberi taufik kepada Ibnu Abbas untuk menuntut dan mencari kemuliaan tersebut dengan sepenuh tenaga yang Allah karuniakan kepadanya, bukan hanya dengan berpangku tangan.
Ibnu Abbas menuturkan pengalamannya dalam menuntut ilmu, “Tatkala Rasulullah telah berpulang ke hadirat Allah, aku mengatakan kepada seorang Anshar, ‘Mari kita bertanya kepada para shahabat Rasulullah , mumpung sekarang mereka masih banyak.’
Orang Anshar itu pun menukas, ‘Aku heran, apakah engkau menyangka bahwa manusia membutuhkan dirimu?’”
Ibnu Abbas tidak menggubris ucapannya. Dia pergi menemui para shahabat dan menanyai mereka. Ibnu Abbas melanjutkan penuturannya, “Suatu hari, aku mengetahui ada hadits dari seseorang. Aku pun mendatangi pintunya. Ternyata orang tersebut sedang tidur siang. Aku pun beralas baju atasku (pada waktu itu, baju atas berupa selendang) menunggunya di depan pintu. Angin meniupkan debu ke wajahku. Lalu, setelah orang tersebut pun keluar dan melihatku, dia berkata, ‘Wahai sepupu Rasulullah, kebutuhan apa gerangan yang membuat Anda datang kepadaku? Kenapa Anda tidak mengutus seseorang untuk kemudian aku yang akan mendatangi Anda?’
Aku pun mengatakan, ‘Tidak. Aku lebih berhak untuk mendatangimu lalu menanyaimu tentang hadits.’
Orang Anshar tadi pun hidup hingga melihat orang-orang mengelilingiku untuk menanyaiku. Dia pun berkata, ‘Sejak dahulu, pemuda ini lebih pandai dariku.’”
Demikianlah Ibnu Abbas yang sangat menghargai ilmu. Dia datang merendahkan diri untuk mendapatkan ilmu, bukan dengan menunggu datangnya ilmu.
Selain itu, Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma sangat menghargai dan menghormati para ulama disebabkan ilmu mereka. Seorang ulama tabi’in Asy-Sya’bi mengisahkan, “Zaid bin Tsabit (seorang ulama shahabat) mengendarai unta. Ibnu Abbas pun menuntun untanya. Zaid mengatakan, ‘Jangan lakukan, wahai sepupu Rasulullah .’ Ibnu Abbas pun menyahut, ‘Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami.’ Kemudian, Zaid bin Tsabit mencium tangannya dan mengatakan, ‘Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan keluarga Nabi kami.”
Akhir Hayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
Ibnu Abbas meninggal di Tha`if pada tahun 68 H pada pemerintahan Ibnu Zubair. Waktu itu, umur beliau sekitar 70 tahun. Di antara yang menshalati beliau adalah seorang ulama tabi’in, Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang dikenal dengan Ibnul Hanafiyah (w. 80 H). Beliau mengatakan, “Telah meninggal seorang ulama rabbani bagi umat ini.”
Demikianlah uraian singkat mengenai biografi Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma, seorang shahabat yang Allah karuniakan keutamaan ilmu kepadanya. Andai kita menyebutkan seluruh keutamaan beliau, niscaya tidak akan tertampung beberapa lembaran saja. Namun, cukuplah kiranya kisi-kisi dari biografi ulama shahabat yang satu ini untuk melecut kita mempelajari ilmu syar’i, ilmu yang kini mulai ditinggalkan oleh kaum muslimin. Sehingga, kita mendapatkan bagian yang banyak dari warisan kenabian. Allahu a’lam bish shawab.
Referensi: Al-Isti’ab fi Ma’rifatil Ashhab, Imam Abu Umar Ibnu Abdil Barr
Al-Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Sumber: http://tashfiyah.net
RASTAFARIA MOVEMENT PEMAHAMAN DANGKAL TENTANG SEBUAH “ AGAMA “
Definisi rastafara :
Rasta,
atau Gerakan Rastafari, adalah sebuah gerakan AGAMA baru yang
MENGAKUI Haile Selassie I,
bekas kaisar Ethiopia, SEBAGAI RAJA DIRAJA, TUAN
DARI SEGALA TUAN DAN SINGA YEHUDA SEBAGAI YAH (NAMA
RASTAFARI UNTUK ALLAH, YANG MERUPAKAN BENTUK SINGKAT
DARIYEHOVAH YANG DITEMUKAN DALAM MAZMUR 68:4 DALAM ALKITAB VERSI RAJA JAMES),
DAN BAGIAN DARI TRITUNGGAL KUDUS.
Nama RASTAFARI berasal dari RAS TÄFÄRI, nama Haile Selassie I sebelum
ia dinobatkan menjadi kaisar. Gerakan ini muncul di Jamaika di
antara kaum kulit hitam kelas pekerja dan petani pada awal tahun 1930-an,
YANG BERASAL dari suatu PENAFSIRAN TERHADAP NUBUAT ALKITAB,
aspirasi sosial dan politik kulit hitam, dan AJARAN NABI MEREKA, SEORANG PENERBIT
DAN ORGANISATOR JAMAIKA KULIT HITAM, MARCUS GARVEY,
yang VISI POLITIK DAN BUDAYANYA IKUT MENOLONG MENCIPTAKAN SUATU PANDANGAN DUNIA
YANG BARU. Gerakan ini kadang-kadang disebut"Rastafarianisme"; namun
hal ini dianggap tidak pantas dan menyinggung perasaan banyak kaum Rasta.
Gerakan Rastafari telah MENYEBAR DI BERBAGAI
TEMPAT DI DUNIA, TERUTAMA MELALUI IMIGRASI DAN
MINATNYA DILAHIRKAN OLEH MUSIK NYAHBINGHI DAN REGGAE —KHUSUSNYA
MUSIK BOB MARLEY, YANG DIBAPTISKAN DENGAN
NAMA BERHANE SELASSIE (CAHAYA TRITUNGGAL) OLEHGEREJA ORTODOKS
ETHIOPIA SEBELUM IA MENINGGAL, SEBUAH LANGKAH YANG
JUGA DIAMBIL BELAKANGAN OLEH JANDANYA, RITA. PADA TAHUN 2000, ADA LEBIH DARI
SATU JUTA RASTAFARI DI SELURUH DUNIA. Sekitar 5-10% dari penduduk Jamaika
mengidentifikasikan dirinya sebagai Rastafari.
Doktrin :
Doktrin :
Rastafari berkembang di
antara penduduk yang sangat miskin, yang merasa bahwa masyarakat tidak mau
menolong mereka kecuali membuat mereka menjadi lebih menderita. Kaum Rasta
memandang diri mereka sebagai penggenap suatu visi tentang bagaimana
orang Afrika harus hidup. Meerka merebut kembali apa
yang mereka anggap sebagai kebudayaan yang telah dicuri dari mereka ketika
dibawa di kapal-kapal budak ke Jamaika,
tempat lahir gerakan ini.
Doktrin Rastafari
sangat berbeda dengan norma-norma pikiran dunia
barat modern. Hal ini DISENGAJA oleh kaum Rasta sendiri. Berbeda dengan banyak
kelompok keagamaan modern dan Kristen yang
cenderung menekankan konformitas dengan "kekuasaan yang ada", Rastafari
sebaliknya menekankan kesetiaan kepada konsep mereka tentang "Sion"
dan penolakan masyarakat modern ("Babel"). "Babel" dalam
hal ini dianggap memberontak terhadap "Penguasa Dunia Sejati" (YAH)
sejak zaman Nimrod.
"Cara hidup
ini" tidak sekadar diberikan makna intelektual, atau "keyakinan"
seperti yang biasa diistilahkan. Ini adalah masalah mengetahui atau menemukan
identitas sejati diri sendiri. Mengikut dan menyembah YAH Rastafari berarti
menemukan, menyebarkan dan "menempuh" jalan di mana orang telah
dilahirkan dengan sebenarnya.
AGAMA ini sulit
dikategorikan, karena Rastafari bukanlah suatu organisasi yang tersentralisasi.
Masing-masing Rastafari mencari kebenaran untuk dirinya sendiri, sehingga
akibatnya terdapat berbagai keyakinan yang masuk ke bawah payung besar bernama
Rastafari.
Afrosentrisme
Secara sosial,
Rastafari adalah suatu tanggapan terhadap penyangkalan rasialis terhadap
orang-orang kulit hitam sebagaimana yang dialami di Jamaika, ketika pada tahun
1930-an orang-orang kulit hitam berada pada tingkat tatanan sosial paling
bawah, sementara orang-orang kulit putih dan agama mereka (umumnya Kristen)
berada di paling atas. Anjuran Marcus Garvey agar
orang-orang kulit hitam bangga akan diri mereka dan warnisan mereka mengilhami
kaum Rasta untuk memeluk segala sesuatu yang bersifat Afrika. Mereka
mengajarkan bahwa mereka dicuci otak ketika berada dalam tawanan untuk
menyangkal segala sesuatu yang berkaitan dengan kulit hitam dan Afrika. Mereka
membalikkan citra rasialis mereka dan menganggapnya primitif dan langsung dari
hutan dan malah merangkulnya -- meskipun itu berlawanan -- dan menjadikan
konsep-konsep ini sebagai bagian dari budaya Afrika yang mereka anggap telah dicuri
dari mereka ketika mereka dibawa dari Afrika di kapal-kapal budak. Dekat dengan
alam dan dengan savana Afrika serta singa-singanya,
di dalam roh, kalau bukan secara badani, adalah gagasan sentral mereka tentang
budaya Afrika.
Hidup dekat dengan alam
dan menjadi bagian dari alam dianggap sebagai sifat Afrika. Pendekatan Afrika
terhadap "hidup dekat alam" ini terlihat dalam rambut gimbal, ganja (marijuana), makanan ital,
dan dalam segala aspek kehidupan Rasa. Mereka membenci pendekatan (atau,
seperti yang mereka pahami, non-pendekatan) modern terhadap kehidupan karena
dianggap tidak alamiah dan terlaluobjektif dan
menolak subjektivitas.
Kaum Rasta mengatakan bahwa para ilmuawn berusaha menemukan bagaimana dunia
kelihatan dari luar, sementara kaum Rasa mendekatinya dengan melihat kehidupan
dari dalam ke luar. Individu mendapatkan kedudukan sangat penting dalam
Rastafari, dan setiap Rasta harus mencari kebenaran untuk dirinya sendiri.
IDENTIFIKASI
AFROSENTRIS PENTING LAINNYA ADALAH WARNA MERAH, EMAS, DAN HIJAU,
dari warna bendera Ethiopia. WARNA-WARNA
INI ADALAH LAMBANG GERAKAN RASTAFARI, DAN KESETIAAN KAUM RASTA TERHADAP HAILE
SELASSIE, Ethiopia, dan Africa dan
bukan kepada negara modern manapun di mana mereka kebetulan tinggal. Warna-warna
ini seringkali terlihat dalam pakaian dan hiasan-hiasan lainnya. Merah melambangkan
darah para martir, hijau melambangkan tetumbuhan Afrika,
sementara emas melambangkan kekayaan dan kemakmuran yang ditawarkan
Afrika. (Sebaliknya, sejumlah PAKAR ETHIOPIA menyatakan bahwa WARNA-WARNA ini
berasal dari pepatah lama y ang mengatakan BAHWA SABUK PERAWAN MARIA ADALAH PELANGI,
DAN BAHWA WARNA MERAH, EMAS, DAN HIJAU MELAMBANGKAN SEMUANYA INI.)
Banyak dari pemeluk
Rastafari berusaha mempelajari bahasa Amharik,
yang mereka anggap sebagai bahasa aslinya,
karena inilah bahasa yang dipergunakan Haile Selassie I, dan untuk
mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang Ethiopia—meskipun pada praktiknya
kebanyakan pemeluk Rasta tetap berbahasa Inggris atau
bahasa kelahiran mereka. Ada pula lagu-lagu reggae yang ditulis dalam bahasa
Amharik.
Haile
Selassie dan Alkitab
SEBUAH KEPERCAYAAN yang
mempersatukan banyak PEMELUK RASTAFARI adalah BAHWA RAS, SEBUAH GELAR
KEBANGSAWANAN AMHARIK,
SEPADAN DENGAN DUKE; JUGA BERARTI "KEPALA") TAFARI MAKONNEN,
yang dinobatkan sebagai HAILE SELASSIE I,
Kaisar Ethiopia PADA 2 NOVEMBER 1930,
ADALAH ALLAH YANG HIDUP DAN MENJELMA MANUSIA, YANG
DISEBUT YAH,
YAITU MESIAS KULIT HITAM YANG
AKAN MEMIMPIN BANGSA-BANGSA YANG BERASAL DARI AFRIKA DI
SELURUH DUNIA UNTUK MASUK KE TANAH PERJANJIAN YANG PENUH DENGAN EMANSIPASI DAN KEADILANILAHI,
MESKIPUN SEBAGIAN MANSIONS TIDAK
MENERJEMAHKANNYA SECARA HARAFIAH. INI SEBAGIAN DISEBABKAN OLEH
GELARNYA RAJA DI ATAS SEGALA RAJA, TUHAN DARI SEGALA
TUHAN DAN SINGA PENAKLUK DARI SUKU YEHUDA. GELAR-GELAR INI SESUAI
DENGAN MESIAS YANG DISEBUTKAN DALAM KITAB WAHYU.
Namun, menurut tradisi Ethiopia,
gelar-gelar ini diberikan kepada semua kaisar dari garis keturunan Salomo sejak
tahun 980 SM — jauh sebelum Kitab Wahyu ditulis pada sekitar 97 M. Menurut
beberapa tradisi, Haile Selassie adalah raja Ethiopia ke-225 dalam sebuah garis
keturunan yang tidak pernah terputus sejak Raja Salomo pada
masa Alkitab dan Ratu Syeba. Mazmur87:4-6
juga dipahami meramalkan penobatan Haile Selassie I.
Pada abad ke-10 SM,
Dinasti Salomo di Ethiopia didirikan
oleh Menelik I,
anak Salomo dan Ratu Syeba,
yang pernah mengunjungi Salomo di Israel. 1 Raja-raja 10:13
mengklaim "RAJA SALOMO MEMBERIKAN KEPADA RATU NEGERI SYEBA SEGALA YANG
DIKEHENDAKINYA DAN YANG DIMINTANYA, SELAIN APA YANG TELAH DIBERIKANNYA
KEPADANYA SEBAGAIMANA LAYAK BAGI RAJA SALOMO. LALU RATU ITU BERANGKAT PULANG KE
NEGERINYA BERSAMA-SAMA DENGAN PEGAWAI-PEGAWAINYA." Berdasarkan Kebra Negast, KAUM
RASTA MENAFSIRKAN BAHWA AYAT INI MENUNJUKKAN BAHWA RATU SYEBA HAMIL DENGAN ANAK
SALOM, DAN DARI SINI MEREKA MENYIMPULKAN BAHWA ORANG-ORANG KULIT HITAM ADALAH
KETURUNAN SEJATI ISRAEL, ATAU ORANG YAHUDI. ORANG-ORANG YAHUDI HITAM BETA ISRAEL TELAH
HIDUP DI ETHIOPIA SELAMA BERABAD-ABAD, TERPUTUS DARI SISA YUDAISME. KEBERADAAN
MEREKA MEMBUAT ORANG YAKIN DAN MENDORONG PARA RASTAFARI PERDANA, DAN
MENGESAHKAN KEYAKINAN MEREKA BAHWA ETHIOPIA ADALAH SION.
SEBAGIAN KAUM RASTA
YANG ORTODOKS MENGECAM REGGAE SEBAGAI SUATU BENTUK MUSIK KOMERSIAL DAN
"PENJUALAN DIRI KEPADA BABEL". BAGI YANG LAINNYA, INI ADLAAH
"MUSIK TAKHTA YAH".
Rastafari
pada masa kini
Pada akhir abad ke-20,
kaum PEREMPUAN TELAH MEMAINKAN PERANAN YANG LEBIH PENTING DI DALAM GERAKAN
RASTAFARI. Pada tahun-tahun awalnya, kaum perempuan yang sedang datang bulan
harus takluk kepada suami mereka dan dikeluarkan dari upacara-upacara keagamaan
dan sosial. Pada umumnya, kaum perempuan merasakan kebebasan yang lebih besar
sekarang dalam mengungkapkan diri mereka. Dengan demikian mereka pun
menyumbangkan PERANAN YANG LEBIH BESAR PULA KEPADA AGAMA INI.
Rastafari BUKANLAH
SEBUAH AGAMA YANG SANGAT TERORGANISASI. MALAH, SEBAGIAN KAUM RASTA MENGATAKAN
BAHWA ITU SAMA SEKALI BUKAN "AGAMA", MELAINKAN SUATU "JALAN
KEHIDUPAN". KEBANYAKAN KAUM RASTA TIDAK MENGIDENTIFIKASIKAN DIRINYA DENGAN
SEKTE ATAU DENOMINASI APAPUN, MESKIPUN ADA TIGA ISTANA RASTAFARI YANG
TERKEMUKA: NYAHBINGHI, BOBO ASHANTI DAN KEDUABELAS SUKU ISRAEL. DENGAN
MENGKLAIM YAH SEBAGAI YESUS YANG
DATANG KEDUA KALINYA, RASTAFARI ADALAH SEBUAH GERAKAN AGAMA BARU YANG MUNCUL
DARIAGAMA KRISTEN, SEPERTI HALNYA AGAMA
KRSITEN MUNCUL DARI YUDAISME.
Pada 1996,
gerakan Rastafari di seluruh dunia mendapatkan status konsultatif dari Perserikatan Bangsa-bangsa.